Selasa, 01 November 2016

Puisi : Pemilik Pena yang Mati

Puisi : Pohon

Puisi : Halo Media

Puisi : Punggung Keluarga Punggung Negara


Siaga, bidik, dan tembak
Isi, kokang, dan lagi
Mata awas, telinga memindai
Larut malam maupun fajar menguning

Lelah, tapi tak mungkin menyerah
Sakit, tapi tak mungkin mengungkit
Ingin pulang, tapi sumpah telah terbentang
Ingin menangis, tapi musuh begitu sadis

Kami disini menanti
Kami berkirim doa
Kami berkirim tangisan
Untuk ayahku, ayahmu, dan ayah mereka

Mereka, dirimu, diriku
Begitu mencintai mereka, ayah kami semua
Punggung Keluarag, dan punggung negara
Yang mungkin kembal tinggal sebuah nama

Puisi : 30 dalam 21

30 dalam 21

Aku bertanya kepada cermin, jendela, dan langit biru
Ingatkah peristiwa lebih dari 5.040.000 senja yang lalu?
Di tengah padang pasir yang gelap, dia membawa pesan itu
30 dalam 21

Aku, kamu, orientalis, dan ateis tahu dia buta aksara
Tapi, bagaimana dia tahu tentang rahasia semesta?
Kau ingat tahun 1929, ketika manusia melihat cahaya merah?
Ya, manusia baru saja menemukan ledakan semesta!
Awal penciptaan alam raya, bung!

Itulah yang membuat diriku bertanya,
Mungkinkah itu bisikan dari-Nya?
Dan kini, itu membuat diriku tak berani bertanya kembali,
Bahwa tidak mungkin Tuhan tidak ada disini

Puisi : Suara-Suara



Suara sendu memanggil
Ku tak bernyawa di tepi samudera
Biru dan menggelora menghempas apapun ditepinya

Hanya bisa terdiam
Mata terpejam dan darah bercucuran
Tubuh kaku berselimut debu

Berada di tepi liang yang berbeda
Terbungkus kain putih lembut
Teriringi tangisan dan ratapan
Terisis rasa pilu perpisahan

Akhirnya tiba waktunya
Tertutup pintu waktu dan ruang dunia
Kembali ke asalnya
Menjadi tanah di liang yang berbeda

Sejenak teringat masa yang ada
Terlewat begitu saja
Terlupa setiap janji yang tercipta

Tapi kembali isak tangis takkan berguna
Samudera telah berlalu
Biru telah mengharu
Ombak badai juga telah berlalu
Semua tertinggal di belakang

Kini ku menunggu di liang yang berbeda

Tugas : Dua Kali Sehari

Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Jurnalistik Online 2016
Vinni Putra Dani
071411531033

[ Tugas features ini dibuat berdasarkan rumusan masalah UTS Jurnalistik Online 2016 : meliput 2 kasus kriminal, 750 kata * 2, menyertakan foto dan video. Karena tanpa ada keterangan harus membuat dua buah features terpisah dan dua topik kasus kriminal yang berbeda, sehingga satu features yang totalnya sebanyak 1596 kata ini diasumsikan memenuhi rumusan masalah.]

==========================================================




DUA KALI SEHARI

Siapa yang tidak mengenal Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Sosok manusia “kharismatik” yang baru-baru ini menjadi sorotan oleh publik dan media massa dalam kasus pembunuhan, penipuan, serta “kesaktiannya” dalam menggandakan uang. Namun sayang, dirinya tidak memiliki kesaktian untuk meloloskan dirinya dari tangkapan petugas gabungan Polres Probolinggo dan Polda Jatim di Dusun Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada Kamis, 22 September 2016.
Namun kali ini, bukan Dimas Kanjeng yang menjadi sorotan. Andi Faisal, seorang pria berusia 35 tahun inilah yang baru-baru ini cukup diburu kabar beritanya karena keterkaitannya dengan Dimas Kanjeng. Siapa dirinya dan apa yang dilakukannya akan menjadi sebuah berita yang cukup menarik untuk diulas. Sebuah berita yang diibaratkan menjadi sebuah camilan sambil menunggu drama kasus Dimas Kanjeng usai dan kelak akan hilang dari memori publik. Namun sebelum membahas itu, sejenak akan dibahas tentang si Alvin dan Redyanto,duo sopir dan kernet yang terlibat dalam topik kasus yang sama dengan Andi Faisal. Orang ini-ini seolah menjadi bintang tamu di Polrestabes Surabaya di hari Senin 31 Oktober 2016.
Alvin dan Redyanto kemana-kemana hampir selalu bersama karena kedunya merupakan rekan dalam bekerja dalam bidang jasa transportasi. Namun nahas pula bagi keduanya, karena akibat perbuatannya, mereka harus bersama-sama pula dijebloskan ke penjara.
Kisah bermula dari laporan masyarakat terkait adanya transaksi narkoba di salah satu rumah di Tambak Asri, Surabaya. Polisi mendapat laporan bahwa ada beberapa pria yang tidak dikenal warga yang sering keluar masuk rumah tersebut. Warga menduga terjadi sesuatu yang mencurigakan di rumah tersebut, dan usut demi usut, ternyata salah satu warga lainnya mengatakan bahwa di rumah tersebut ada seorang pria yang bekerja sebagai sopir sekaligus sebagai kurir pengedar narkoba jenis sabu-sabu.
Menanggapi laporan tersebut, polisi tidak langsung melakukan penggerebekan, namun sesuai prosedur yang berlaku, harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu terkait kebenaran laporan tersebut. Cara menyelidikinya, polisi menyamar sebagai pembeli. Ternyata dari hasil penyelidikan tersebut, Alvin, 21, ternyata memang benar merupakan pengedar sabu-sabu. Ketika didatangi oleh polisi yang menyamar tersebut, Alvin sama sekali tidak menyadari bahwa ia sedang diselidiki. Bahkan dengan santainya Alvin mengajak polisi tersebut untuk duduk di ruang tamunya, dan di atas meja, hingga ia meletakan beberapa poket sabu-sabu untuk ditunjukan dan ditawaekan kepada calon pembelinya tersebut.
Setelah proses penyeledikan tersebut, tanpa butuh waktu lama, pukul 06.00 WIB di hari Jum’at tanggal 14 Oktober 2016, polisi langsung sigap meringkus Alvin di rumahnya. Dalam penangkapan tersebut, polisi mendapatkan pengakuan dari Alvin darimana sabu-sabu yang didapatkannya serta kemana saja jalur peredaran barang haram tersebut. Dari mulut Alvin, keluar nama Redyanto, 22, serta orang lain yang berinisial K, sebagai bandar yang menjadi tempat langganan Alvin.
Seolah menjadi reflek, polisi kembali sigap tanpa butuh waktu lama, jam 09.00 WIB di hari yang sama langsung meluncur ke jalan Kalianak, Surabaya, untuk meringkus Redyanto. Kebetulan sekali ketika polisi datang, ia berada di rumahnya. “Pembeli ini (Redyanto, Red) kami tangkap pas mengonsumsi sabu-sabu. Pas teler,” terang Wakasetreskoba Polrestabes Surabaya, Komisaris Polisi Anton Prasetyo.
Tentu saja polisi tidak melupakan bandar lain, yakni bandar berinisial K. Dengan sigap polisi langsung meluncur ke rumahnya di daerah Sidotopo. Namun kali ini polisi pulang dengan tangan hampa. Si bandar sudah melarikan diri.
Dalam gelar perkara di Polrestabes Surabaya hari ini, Senin tanggal 31 Oktober 2016, pukul 13.00, disusun rapi diatas mejad barang-barang bukti dari tersangka. Dari tangan Redyanto, polisi mendapatkan barang bukti berupa dua poket sabu-sabu seberat  0,43 gram,  satu buah pipet yang masih terdapat sisa sabu seberat 1,3 gram, seperangkat alat hisap, dan satu buah HP sebagai barang bukti. Sedangkan dari tangan Alvin, polisi mendapatkan sembilan poket sabu seberat 8 gram, tiga buah pipet kaca, satu buah timbangan elektrik, satu buah kotak obat, satu buah kompor kecil, dan saatu buah HP.
 Alvin mengaku bahwa ia baru saja enam bulan mengedarkan narkoba. Awalnya dia dan Redyanto hanya iseng ingin mengetahui bagaimana rasanya mengisap sabu-sabu. Ternyata mereka akhirnya ketagihan, dan selain dikonsumsi sendiri, mereka ikut mengedarkan sabu-sabu.
Keduanya  hari ini didampingi oleh bagian Humas Polrestabes Surabaya menghadap beberapa orang wartawan dari berbagai media. Keduanya mengenakan baju tahanan berwarna jingga dengan sedikit sentuhan biru pada kerah dan lengan, dan kedua wajah mereka ditutupi oleh topeng kain. Meskipun mengenakan topeng, ketika menghadap kamera wartawan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang yang mengerumuninya, keduanya selalu menunduk dan berujar dengan suara yang sangat lirih, seolah topeng yang mereka kenakan tidak ada artinya karena menyesal dan malu bukan kepalang yang mereka rasakan karena harus meringkuk dipenjara akibat perbuatan mereka sendiri.
Tak lama berselang, sekitar pukul 13.00, ternyata ada “bintang tamu” lagi di Polrestabes  Surabaya yang dirilis. Dialah Andi Faisal yang ditunggu-tunggu kabarnya karena keterkaitan dirinya dengan Dimas Kanjeng.
"Awalnya, ada informasi yang diterima anggota bahwa di Hotel Ibis di Jalan Basuki Rahmat Surabaya ada pesta narkoba pada hari Rabu 26 Oktober lalu," kata Kompol Anton yang menjadi juru bicara perilisan dua kasus hari ini yang kebetulan keduanya adalah kasus narkoba.
Namun ternyata, setelah petugas melakukan penyelidikan ternyata tersangka sudah tidak di lokasi, dan berpindah ke Hotel Santika di Jalan Pandegiling, Surabaya. Tentu saja seperti biasa, polisi dengan sigap meluncur ke lokasi tersebut. Polisi melakukan cara penyelidikan yang berbeda dari ketika menyelidiki kasus Alvin dan Redyanto yang menggunakan cara menyamar. Kali ini polisi menyelidiki tersangka dengan cara membuntuti mereka. Polisi menyewa kamar di hotel yang sama,  bahkan sampai haru menginap untuk menyelidiki. Setelah dipastikan targetnya, polisi mengintai kamar 316 yang ditempati tersangka. "Saat tersangka keluar kamar, kami melakukan penangkapan," kata Anton.
Setelahnya, polisi langsung menggeledah kamar tersangka. Dari kamar itu, polisi menemukan sebuah pipet kaca yang masih terdapat sisa sabu seberat 1,18 gram, tujuh ponsel, dan seperangkap alat hisap (bong). Andi Faisal dan rekannya yang berinisial AA, serta barang bukti langsung dibawa ke kantor polisi.
Anton menambahkan, sabu yang dikonsumsi kedua tersangka adalah milik Andi. Pria 35 tahun itu memang warga jalan Cemera, Pasuruan. Dia bekerja sebagai pengacara, dan beberapa hari ini dia sedang mendampingi kliennya untuk menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Dapat kita hubungkan siapa sebenarnya Andi ini. Dia adalah pengacara dari Dimas Kanjeng. "Waktu itu dia baru saja mengantarkan istri Dimas Kanjeng, karena dia juga merupakan kuasa hukum yang bersangkutan," tutur Kompol Anton.
Anton mengatakan, pengacara Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini hanyalah pengguna bukan pengedar. Menurut dia, dari keterangan yang bersangkutan, barang tersebut didapat dari Pasuruan. Namun polisi masih mengembangkan keterangan itu. "Sementara berdasarkan barang bukti dan pengakuan tersangka, yang ditemukan hanya sabu," ujarnya.
Selain mengamankan Andi dan rekannya, polisi juga mengamankan sopir yang bersangkutan bernama A. Meskipun ketika dirinya dites urin hasilnya positif, ia tidak ikut pesta narkoba bersama Andi dan AA, akhirnya ia ditangkap di tempat lain. Karena itu, menurut Kompol Anton, si sopir tersebut hanya direhabilitasi.
Akibat perbuatannya Andi Faisal kalin ini tidak bisa lagi mendampingi Dimas Kanjeng selama diperiksa di Mapolda Jatim karena harus mendekam di tahanan Mapolrestabes Surabaya. Dia dijerat pasal 112 dan 132 UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. AF terbukti memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I. "Apakah tersangka hanya direhabilitasi atau dipidana, itu terserah pengadilan, yang penting kami sudah proses perkara hukumnya," tutur Anton.
Seharusnya Andi mempersiapkan materi untuk memperjuangkan hak-hak Dimas Kanjeng, tapi malah meluangkan waktunya untuk berpesta narkoba. Tidak terbayangkan bagaimana nasib Dimas Kanjeng ketika proses pengadilan, pengacara yang mendampinginya ternyata sedang teler akibat pengaruh sabu-sabut. Bisa jadi pernyataan-peryataannya justru semakin menyudutkan Dimas Kanjeng. Darisitu tentu saja akan ada potensi Andi Faisal seolah “mewarisi” keahlian Dimas Kanjeng, yakni menggandakan hukumannya.
Ketika penulis meliput  dua berita kasus kriminal, spesifik kasus narkoba ini, penulis sempat berbincang walau hanya sekitar 5 menit dengan salah seorang wartawan koran yang tidak mau disebutkan namanya, sehingga sebuat saja mas Gondrong. Ia mengatakan cukup muak dengan kasus narkoba yang seolah tidak ada henti-hentinya. Dalam satu minggu ini saja, ia mengatakan ada 15 kasus narkoba yang ia liput. Baginya yang merupakan wartawan profesional, hal tersebut sangat membosankan, sekaligus juga sangat menjijikan, khususnya ketika melihat betapa naifnya masyarakat dalam melihat masalah narkoba. Sudah begitu seringnya kasus narkoba muncul di media, korbannya juga tidak sedikit, dampak terhadap masa depan dan kesehatan juga luar biasa, tapi masih saja banyak yang terjerumus didalamnya, seolah dorongan coba-coba yang irasional menjadi hal yang keren dan berwibawa.
Mas Gondrong sempat menyeletuk, semoga saja, kemampuan Dimas Kanjeng untuk menggandakan sesuatu tidak benar-benar ada. Jikalau ada, tentu akan sangat berbahaya, tidak menutup kemungkinan narkoba juga akan digandakan, sehingga masalah darurat narkoba yang sempat didengungkan pemerintahan Jokowi semakin melipat ganda pula. Meskipun itu sebuah kekhawatiran yang  cukup absurd, tapi tentu saja jikalau bahaya narkoba tidak segera teratasi, tentu akan sangat mengancam generasi bangsa ini kedapannya. Sangat miris jika membayangkan bangsa ini dimasa depan penuh dengan orang-orang yang irasional, teler, pecandu narkoba, atau paling minimal tidak mengonsumsi narkoba tapi meraih keuntungan besar dengan menjadi pengedarnya. Apalagi jikalau mereka menjadi penguasa bangsa. Entah menjadi apa bangsa ini.

Salah satu staff Humas Polrestabes Surabaya juga mengatakan masih banyak bandar-bandar narkoba di luar sana, dan masih banyak generasi-generasi mudah yang tidak memahami akan bahaya narkoba sehingga sering membuat mereka tanpa sadar terjerumus kedalam lubang hitam narkoba, sehingga tidak mungkin hanya pihak kepolisian yang bekerja, namun seluruh masyarakat harus turut terlibat dalam pemberantasan narkoba di Indonesia. Mulai dari melaporkan orang-orang yang terkait penyalahgunaan narkoba, jaringan peredaran narkoba, dan sebagainya. Atau mungkin, jika mengambil inspirasi dari mas Gondrong, bisa mencuri kemampuan Dimas Kanjeng untuk menggandakan agen-agen pemberantasan narkoba di Indonesia.

[https://youtu.be/x_NZcNOnJcs]